Kamis, 28 Juli 2011

Bukan ku tak pernah berterus terang…
Bukan ku tak mempercayaimu…
Namun sebelum ku berganti rupa…
Ingin aku menemuimu…
Aku, dalam hatiku ada hal yang sangat ingin ku sampaikan padamu. Ku simpan rapih dalam hati. Tidak ku katakan padamu. Bukannya aku tidak ingin mengatakannya padamu. Aku sangat ingin mengatakannya padamu. Aku hanya bisa menatap matamu, berharap matamu bisa menembus mataku dan melihat apa yang tersimpan dalam hatiku untukmu. Tapi sepertinya kau tak bisa. Aku pernah menatap matamu. Beberapa kali. Terakhir yang ku ingat adalah seperti malam menyembunyikan bintang, ada yang tersembunyi di sana yang ingin kau selami, tapi terlalu tinggi, terlalu tinggi. Seolah tidak tergapai. Terakhir yang paling pahit adalah saat aku menatap matamu, dan kau berkata “ Apa lagi? “. Dan aku hanya bisa tersenyum, Tuhan bagaimana caranya dia nanti tahu, desahku mendalam.
Sesekali pernah ku ucapkan apa yang ingin ku ucapkan padamu. Ku ucapkan hati-hati. Saat kita sedang bercanda, ku ucapkan. Saat kau diam, dalam hati ku gemakan. Saat ada jarak di antara kita aku meneriakkannya dalam hati, berharap kau mendengarnya.
Bukannya aku takut mengucapkannya, aku takut kau berubah setelah ku ucapkan, aku takut kau menjauh, dan mungkin membenciku saat ku ucapkan semuanya padamu. Dan tak ada alasanku untuk tidak mempercayaimu, karena hanya itu yang bisa ku lakukan untukmu, percaya. Percaya kau percaya untukku, dan aku percaya apa kau bisa ku percaya padamu. Meski mungkin akhirnya tidak.
Sungguh aku ingin mengatakannya. Untuk waktu yang tepat. Untuk tak akan ada yang berubah selain kau mempercayai dan menerima apa yang ingin ku katakan padamu. Mungkinkah… ada waktu.
Tapi semua telah berubah. Tak ada lagi kita dalam hari-hari yang berguguran seiring meranggasnya daun yang menguning, kemudian mengering, dan menjadi kenangan. Yang ada kini hanya aku dan kau, aku tentang diriku saja, sedangkan kau dengan dunia kecilmu. Tidak ada jembatan untuk mempertemukan keakuanku dengan kekamuanmu.
Kau tahu jarak yang paling jauh di dunia, “ Saat kau berada begitu dekat dengan seseorang yang kau sayangi, tapi dia tidak pernah tahu kau menyayanginya “.
Pisah. Kenapa harus pisah. Harus, sebuah keharusan. Tidak boleh tidak. Tidak terelakkan. Meski bagaimanapun aku tidak rela, untuk pisah. Bagiku berat. Tapi harus ku pikul, bagaimanapun, bagaimanapun. Sesaknya ku bawa kemana-mana. Pisah selalu menyisakan kehilangan. Yang tidak akan pernah tertutupi oleh apapun, kecuali untuk apa yang hilang itu sendiri. Tuhan, mengapa harus pisah. Inikah ujiannya, agar aku tahu dan yakin sekuat dan sebesar apa setiaku untuk rasa ini. Sanggupkan aku, Tuhan….
Saat ini aku ingin menemuimu. Lebih dari siapapun. Hanya ingin menemuimu saja. Hanya dirimu saja. Kau. Hanya kau.

Ku ‘kan bermandikan cahaya bulan…
Yang cemerlang di malam yang cerah…
Memang telah lama ku rasakan ingin menolong yang lemah…
Ada saat dimana aku tidak mengerti tentang bulan yang selalu sendiri di atas sana. Tapi dia tidak pernah merasa kesepian. Apa yang ada di hati bulan. Ataukah memang bulan tidak berhati. Tapi dia hampir selalu hadir untuk sesuatu yang berhati. Tapi bagaimanapun aku menyukai bulan dan sinarnya.
Setiap bulan bersinar dan penuh. Saat itulah aku menari dalam rinduku. Merentangkan hatiku, merindu dengan hebatnya untuk seseorang yang tidak ku ketahui siapa, dan aku belum pernah sekalipun menemuinya. Tapi ku tahu orang itu ada dan kelak akan bertemu dengannya. Mungkin saja itu dirimu.
Kita menutup segala kemungkinan tentang diri kita sendiri. Kemungkinan bahwa kaulah orang yang ku cari, kemungkinan bahwa akulah orang yang impikan. Semua itu kita tutup rapat dalam diam dan ego selalu berhasil menghentikan hati untuk sedikit mempertimbangkan kemungkinan itu ada benarnya. Kita selalu berharap akan kemungkinan tapi kita juga takut akan kemungkinan. Jadi apa sebenarnya kemungkinan yang kita harapkan dan kemungkinan kenyataan sebenarnya. Ada yang tidak sejalan namun kita coba menjalaninya. Terpaksa.
Kau tahu, aku tertarik padamu bukan karena kelebihanmu. Tapi lebih pada kekuranganmu. Aku tertarik karenanya. Seolah ku temukan arti hidupku di sampingmu. Aku merasa berguna jika berada di sampingmu. Semua kekuranganmu begitu ingin ku dekap dan berkata “ Dia telah memilikiku, dan hidupnya tak akan kekurangan dalam kekurangan lagi, hatinya utuh “. Indah bukan? Kali pertama buatku memiliki rasa terhadap seseorang karena kekurangannya. Begitu tersentuhnya aku. Begitu inginnya aku menjadi bagian hidupmu yang kurang itu, menutupi sebuah kekuranganmu.

Tiba-tiba keajaiban terjadi…
Kekuatan muncul di diri…
Pernahkah kau merasa begitu merindukanku? Menginginkanku? Bahkan saat kau membenciku. Ada butuhmu padaku. Sama seperti aku terkadang dalam diam, dalam tidak membutuhkan apa-apa, membutuhkanmu. Hanya hadirmu saja. Ada sesuatu yang ajaib di sana.
Aku ada disisimu, kapanpun. Karena kau membawaku di hatimu. Dan kau memikirkanku. Bagaimanapun. Kau mengingkarinya.

Untuk melawan semua kejahatan…
Kekuatan pun harus digunakan…
Menegakkan segala kebenaran…
Kadang aku begitu memaksa bukan? Maafkan aku. Aku hanya mencoba yang menurutku baik saat itu. Mencoba memberikan apa yang menurutku kau butuhkan, atau hanya inginku saja. Tapi entah mengapa menurutku semua inginku baik untukmu. Dan jika semua tentang inginku. Tentu di matamu sebuah kejahatan. Aku memang tak mengerti tentang dirimu, itu salahmu tidak mau memperkenalkan dirimu lebih dalam lagi padaku, sebenarnya aku selalu menunggu untuk bisa mengenalmu lebih jauh. Bukan hanya menunggu, kerap ku coba. Dan gagal, kau mematahkan semua usahaku. Dengan hanya, diam.
Kekuatanku untuk bisa sanggup berada di sampingmu mungkin sudah tidak seberapa lagi, aku sudah mulai menjauh. Mungkin aku sudah mulai jenuh denganmu. Tapi rasaku masih ada. Ah, sudah ku duga semua ini hanya beban buatku saja. Karena sekarang aku hanya bisa merasa terbebani saat indahnya mulai menyurut. Entah bagaimana menguapnya. Dan itu membuatku sedikit tenang. Setidaknya jika masih ada kesempatanku bertemu denganmu lagi. Aku akan menjadi jauh lebih baik. Baikan. Ku rasa.
Rasa indah ini sebenarnya tidaklah salah, tidak bisa dibilang benar juga. Yang ku tahu rasa ini ajaib. Bis atumbuh diantara kita. Bukankah itu menakjubkan? Sesuatu yang tidak mungkin ada, tiba-tiba hadir begitu saja. Tidak kebetulan, hanya saja memang tidak terhindarkan. Dan sekali lagi, aku menikmatinya. Entah denganmu. Tapi ku harap kau juga menikmatinya, karena rasa itu juga memang untukmu. Ini hanya tentang kita, dan alasannya…
Ini keajaiban alam…
Aku mempercayainya…
Ini keajaiban alam…
Apa yang ajaib tanpa nama, tak ingin disebut cinta, karena tak mau salah, tapi tetap menikmati walau itu salah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar